Rakyat memilih wakil mereka dan memilih preferensi kebijakan publik dalam mekanisme pemilihan umum
Pemilu adalah suatu cara untuk menentukan kepemimpinan nasional
secara konstitusional. Tujuan dari pemilu adalah untuk menentukan wakil rakyat baik
untuk memilih anggota legislatif, maupun untuk memilih anggota eksekutif.
Anggota legislatif terdiri dari anggota legislatif pusat/parlemen. Sementara
eksekutif yaitu presiden. Besarnya hak rakyat untuk menentukan para pemimipin
dalam lembagai eksekutif dan legislatif sering didiskriminasi dan digunakan
untuk kepentingan politik penguasa saja, namun rakyat sendiri tidak diberikan
hak politik yang sepenuhnya untuk menyeleksi para pemimpin, mengkritisi
kebijakan, dan proses dialogis yang kritis, sehingga masyarakat dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan-kepentingannya. Hal ini disebabkan mekanisme
pemilihan diselenggarakan dan dipimpin sendiri oleh masing-masing persekutuan
hidup tersebut. Jadi dengan kata lain Lembaga Perwakilan yang hanya berfungsi
untuk mengurus kepentingan-kepentingan khusus dari persekutuan-persekutuan
hidup yang ada di dalam masyarakat suatu negara. Dengan demikian kedudukan
Lembaga Perwakilan menjadi lemah, dan tingkat representasinya sangat rendah.
Pemilu, sebagai mekanisme rekruitmen politik, belum mampu
menjaring elit politik lokal yang berkualitas, karena beberapa sebab seperti
menguatnya pengaruh politik uang (money politics) dan rendahnya
pendidikan dan kesejahteraan rakyat pemilih. Partai politik atau organisasi
politik berperan dalam mengorganisir pemilih, sehingga eksistensinya
(keberadaannya) sangat diperlukan, baik menurut sistem satu partai, dua partai
ataupun multi partai. Tujuan Partai Politik itu didirikan adalah untuk merebut
ataupun mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah digariskan oleh masing-masing Partai
Politik.
Dengan melihat aktivitas dari Partai Politik, maka rakyat
sebagai subyek dalam sistem ketatanegaraan dapat melakukan pilihan-pilihan
alternatif, yakni Partai Politik mana yang akan diikuti atau menjadi saluran
politik mereka. Berkaitan dengan hal ini, di dalam struktur masyarakat yang
masih paternalistik, maka pilihan rakyat untuk berafiliasi kepada suatu Partai
Politik tertentu sangat ditentukan oleh ideologi yang dianut oleh suatu Partai
Politik. Oleh sebab itu di dalam negara dengan struktur masyarakat yang masih
paternalistik, Partai Politik memainkan ideologi-ideologi Partai guna
memperoleh dukungan massa rakyat, sehingga memperkuat posisi dalam kehidupan
politik ketatanegaraan. Penekanan mengenai preferensi kebijakan menjadi titik
tolak utama untuk memperoleh dukungan massa rakyat.
Rakyat dalam memilih wakil mereka kadang tidak berdasarkan
kualitas politisi maupun partai politik. Terpilihnya politisi maupun partai
politik ini semata-mata hanya karena kepopuleran dan kredibilitasnya. Oleh
sebab itulah ada kemungkinan partai-partai politik itu bergabung untuk
mencalonkan seseorang yang lebih mumpuni diantara mereka. Calon yang mumpuni
itu belum tentu berasal dari satu partai. Bahkan ada kemungkinan adalah calon
independen dan non partisan.
Menurut Dahl (1999), demokrasi harus dilihat sebagai proses
politik yang membuka peluang bagi partisipasi politik rakyat untuk secara
efektif melakukan pengawasan terhadap agenda dan keputusan politik. Pendapat
serupa juga dikemukakan Holden (1975:8), di dalam demokrasi rakyat diberikan
hak membuat keputusan (dalam bentuk kebijakan publik) menyangkut
masalah-masalah penting. Demokrasi telah menumbuhkan ruang partisipasi politik,
ditandai dengan kelahiran banyak partai politik, kelompok kepentingan, dan
kelompok penekan, kebebasan media, pemilu yang bebas dan jujur, dan partisipasi
politik. Kemampuan politisi dalam merumuskan kebijakan sangat menentukan dalam
melahirkan kebijakan dan regulasi untuk menarik investasi. Faktor yang harus
dipertimbangkan adalah peranan elit politik, yaitu kemampuan secara tepat
mengambil keputusan politik yang menjangkau masa depan dan merancang
kebijakan-kebijakan pendukung dari keputusan politik yang diambil. Seperti
dikemukakan Linz dan Stepan (1978), peranan elit politik merupakan variabel
penting, terutama terhadap keberhasilan demokratisasi dan demokrasi di suatu
negara.
Interaksi elit politik mudah teperangkap pada kepentingan
kelompok atau pribadi ketimbang kepentingan mengelola hak-hak otonomi daerah
sebagai wilayah kedaulatan. Uang menjadi penentu dalam proses politik, menabrak
etika politik, mengalahkan rasionalitas politik, dan melemahkan proses
pembentukan sendi-sendi hukum dan demokrasi. Gejala ini memperkuat mata rantai
korupsi, menyuburkan praktek korupsi melebihi era Orde Baru. Indonesia termasuk
salah satu negara mendapat rangking lima besar terkorup di dunia, justru
terjadi era demokrasi. Seakan penyebaran pusat-pusat kekuasaan atas
prinsip-prinsip demokrasi hanya melahirkan peluang bagi elit yang memiliki
kekuasaan untuk melakukan tindakan korupsi. Pengaruh yang terjadi dari sisi
nilai ekonomi dalam arti negatif adalah money politics: uang menjadi
alat kekuasaan, di tengah kesejahteraan masyarakat yang melemah dan ekonomi
negara yang terpuruk.
Politisi maupun partai politik seharusnya tidak mendoktrin
atau mempengaruhi rakyat pemilih untuk memilih demi kepentingan suatu kelompok
tertentu, partai politik sebagai posisi pusat seharusnya mengagregasikan
berbagai kepentingan dan nilai yang ada dalam masyarakat, kemudian mentransformasikannya menjadi sebuah
agenda yang dapat dijadikan platform
pemilu. Diharapkan platform tersebut mampu menarik banyak suara dari rakyat
sehingga parpol akan mendapatkan banyak kursi di parlemen. Selanjutnya parpol harus mampu mem-pengaruhi proses
politik dalam legislasi dan implementasi program kebijakan publik
itu. Parpol adalah satu-satunya pihak yang dapat menerjemahkan kepentingan dan
nilai masyarakat ke dalam legislasi dan kebijakan publik yang mengikat. Hal ini
dapat mereka lakukan setelah mereka mendapatkan posisi yang kuat dalam parlemen
daerah maupun nasional.
Setelah jatuhnya
Soeharto, pilihan majelis lokal yang disertai dengan tuduhan bahwa calon bisa
memenangkan pemilu dengan membeli suara dari anggota parlemen lokal dan bahwa
banyak kepala pemerintah daerah, tidak peduli bagaimana mereka terpilih, bisa
mengamankan posisi mereka dengan menyuap anggota parlemen daerah (Rasyid, 2003:
66). Menanggapi praktik yang semakin terang-terangan terhadap politik uang
lokal, organisasi internasional dan aktivis masyarakat sipil Indonesia
mennggerakkan sistem pemilihan langsung. Sistem seperti itu akan membuat para
pejabat yang dipilih secara langsung lebih responsif terhadap kepentingan
masyarakat lokal (Asia Foundation, 2002; Konrad-Adenauer-Stiftung dan ADEKSI,
2003).
Cara untuk mengatasi supaya rakyat pemilih sadar bahwa
mereka memilih bukan hanya untuk sekedar memilih, akan tetapi juga harus
mempertimbangkan baik buruknya kualitas yang dihasilkan oleh kandidat tersebut
salah satu caranya adalah meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam
proses pemilihan para pemimpin, pengambilan keputusan, dan keikutsertaan
mengawal agenda pembangunan. Kampanye yang lebih fokus pada
kepribadian atau sosok dari pada platform. Secara hukum, kandidat diminta untuk
meletakkan mereka misi, visi, dan program tetapi ide-ide mereka lebih atau
kurang seragam. Sebaliknya, Sosok yang dapat disebut seseorang penampilan fisik
memainkan peran penting dalam kampanye, mengingat bahwa ada sangat sedikit
informasi yang tersedia untuk para pemilih untuk menilai calon. Kurangnya perdebatan
kebijakan selama kampanye berarti kepribadian dan latar belakang kandidat belum
bisa sepenuhnya dapat dinilai rakyat pemilih.
0 Response to " "
Posting Komentar